Kamis, 08 Maret 2018

Mendamaikan Ego Bersama




Sial, aku kalah
Kau direnggut amat dalam oleh malam
Oleh egoku dan egomu
Kita kalah oleh rindu kita
Kau menyerah, dan aku ditinggal
Omong kosong jika ada yang berkata
Aku bahagia, jika kau bahagia dengannya
Aku orang pertama yang menentangnya
Bagaimana bisa bahagia jika setengah jiwa pergi?
Aku bertanya,
Bukan padamu
Tapi pada hati kecilmu yang sedari dulu kuhuni dengan tenangnya
Bisakah daun gugur tanpa dirayu angin?
Bisakah senja tenggelam tanpa membuat janji dengan langit malam?
Kurasa kau tahu, takdir yang mengendalikan
Lalu, kau ingin kita dikendalikan takdir?
Bukankah kau pernah mengajakku merubah takdir?
Bukankah cerita kita masih disepertiga jalan?
Bukankah rindu-rindu kita beku karena ego kita yang tak mau berdamai?
Lalu, alasan untuk saling pergi ini
Direncanakan oleh siapa?
Jangan bilang takdir, lagi
Takdirmu kau yang tentukan
Bahkan, kau juga yang mengendalikan takdirku
Bukan tak ingin ditinggal
Bukan tak ingin sendiri
Bukan tak ingin merindu tanpa tujuan
Tetapi,
Jika mata hatimu sudah tak bisa mengeja tulisanku ini
Berjalanlah dibelakang kata hatimu
Kelak, satu per satu
Sesak yang ada dihatimu akan menyadarkanmu
Bahwa untuk berarti dimata seseorang
Kau haruslah jadi yang dia inginkan
Bukan menjadi apa yang kau inginkan
Karena kodrat cinta seperti itu
Memperbaiki yang patah,
dan mengindahkan sesuatu yang terlihat buruk
Kau tak bisa seiring dengan sesuatu yang buruk
Mungkin karena itu, takdir tidak setuju
Kau pantas dimiliki oleh dia
Yang sesuai kau, sepantasnya untukmu
Lupakan saja buku dongeng kita
Yang isinya tak selesai
Tak diketahui ujungnya
Tapi orang-orang menerka akhir dari kita sedih
Aku ingin membuktikan bahwa mereka salah
Bahwa kita memang ada,
Dan akan berakhir dengan bahagia

Aku mendo'a
Kau adalah apa yang disebut tangguh
Kau adalah apa yang tak runtuh
Kau yang disegani takdir
Dan kau ujungku
Tempat berhentiku
Tempat dimana kepalaku bertemu dengan bahu kokohmu
Yang senantiasa menjadi tempat ternyaman
Tempat beristirahatnya segala luka
Lalu saling bepergian karena telah bertemu
Bertemu bahagianya
Harapku, kau adalah titikku

Jumat, 23 Februari 2018

Sampai jumpa, Dalam detak kesekianku


Maaf, bukan karena aku salah
Bukan karenamu juga
Ini hanya karena waktu
Dia repot-repot membuatkan kita seutas jarak yang tak terukur tepi serta ujung
Agar kita kokoh, katanya

Maaf karena kau kurelakan termakan hari-hari sibukmu
Bukan tanpa alasan, hanya saja
Membuatmu terus mendengarkanku
Menatap, serta berada disampingku
Dapat menyisihkanmu dari apa yang ingin kau temu


Jika masih ada ragu disana
Tolong tinggalkan, dan cari ketetapan hatimu
Takut, ragu itu merenggutmu
Saat-ku telah jatuh-sejatuh jatuhnya dalam kau
Dalam dirimu

Peluk yang tak berujung waktu
Hangat napas yang berdentang
Dengan hati yang sedikit tuli dikoyak rindu
Membuatku termakan teduh matamu
Kusayangi waktu, ketika sengaja beku saat kita saling menatap
Sengaja beku, saat kau dan aku dibawah bintang, jatuh dalam cerita kecil kita

Yang katanya, kau adalah anak lelaki nakal diwaktu dulumu
Jagoan kelas, dengan suara yang kau sebut indah itu
Langsung saja kubalas dengan muka datar sedikit meremehkan
Sengaja, melihat muka cemberutmu adalah hal yang kutunggu
Disetiap pertemuan kita,
lucu saja,
ya lucu.

Lucu karena kau kusayangi, kau yang tak pernah absen di doaku
Dan membujukku bahkan saat aku baru berencana marah
Kau hal-indah, yang membuat semesta cemburu
Angin buru-buru bertiup tanpa pamit
Dan hujan menetap lama dibumi

Jarak sepertinya telah siap
Memakan kita
Mengantar rindu-rindu tak bernama
Yang bebondong-bondong menemui pemiliknya
Oh iya, tenang
Rinduku tau jalan rumahmu
Tau rumah pemiliknya

Katanya, mencintai itu adalah nasib baik
Tapi mencintaimu, dan kau mencintaiku
Adalah nasib yang paling baik
Beberapa waktu lalu, kau mengajakku
Mengajakku merubah nasib
Bolehkah kita memilh nasib yang paling baik?
Boleh mungkin.

Jika suatu waktu aku pulang dan cuaca tak baik
Aku berjanji tidak akan mendoakan hujan berhenti
Aku hanya akan mendoakan keselamatanmu
Karena mendoakan hujan berhenti adalah kemustahilan
Dan mendoakanmu baik-baik saja adalah kewajibanku

Aku sering mendoakanmu, dan
Sesekali rindu.

Katanya, nanti kau akan rindu seseorang
Yang pagi-pagi sekali telah menyebut namamu didoanya
Bahkan, ketika kau tak menyebutku
Aku sudah tak ragu lagi untuk merindumu lebih dulu
Mencintaimu sebisaku
Serta, meminta kau pada-Nya dalam doaku

Kedepannya, aku memilih untuk mendiakanmu
Agar kau terjaga rinduku
Kau harus selalu jadi yang terbaik
Dimanapun kakimu berpijak
Dimanapun nalarmu mengakar
Karena percayalah
Segala yang kau lakukan
Bayang pelukku
Tak pernah lepas disamping detak napasmu
Bahagialah,
Catat kalimat sebelum ini didetik-detik
Lintas pikir tak berujungmu.

Aku menyukaimu
Sebelum,
Sementara,
Dan semenjak kau dan aku belum menjadi kita

Lalu, aku mencintaimu
Tanpa kata kenapa,
Mengapa,
Bagaimana,
Tapi itu bukan urusanmu
Biar ini jadi urusanku

Aku sayang, semoga kaupun

Ini belum selesai,
Tapi bisa kusimpulkan, kita sama:
Sedang rindu.

Kamis, 08 Februari 2018

Aku, Antrian Tak Terhinggamu



Aku benci hujan, sekarang
Karena kau
Percayalah, aku tak bercanda perihal membenci
Nyatanya memang seperti ini
Kau menciptakan ruang hampa
Yang tak kutemukan ujungnya
Tak kulihat sisinya
Ingin kupotong sisinya, kulipat ujungnya
Agar kau tak lagi kokoh disana
Melihatku yang bernyanyi dimalam hari
Sengaja, untuk membunuh sepi yang sewaktu-waktu merusakku

inilah jadinya
jika lorong rindumu hanya ditemukan olehmu juga
Bahkan yang kau rindukan pun tak mengerti
Apa itu rindu
Mengejanya saja dia terbata-bata
Lintasan pikirannya pun tersekat oleh nalarnya
Sudahlah, kau tak sedang ada dalam lintasan itu

Hujan malam ini rupanya ingin berlama-lama memeluk bumi
Ini salah daun, selalu tau cara mendoakan hujan agar turun lama
Orang pikir aku mencintai hujan
Karena payung tak kubutuhkan saat berjalan dibawahnya
Mereka salah, benar-benar salah
Nyatanya, hujan dan aku memilik jarak layaknya sebenang waktu
Yang tak ditemui denting akhirnya

Aku ingin mengantri
Disela-sela nalarmu yang menolak datangku
Disela-sela rusukmu yang membungkam diamku
Disela-sela doamu yang tak sebaris pun terselip namaku
Dan disela lembar bukumu yang penuh cakaran soal matematika

Akankah antrian terakhir
Berakhir menjadi akhir?
Yang tak disinggahi-lagi
Yang tak diabaikan-lagi
Jika ya
 Tak apa waktu memakan usia
Tak apa jarak merusak suasana hati
Tak apa takdir memusnahkan ruang pikirku
Yang terpenting
Aku,
Antrian terakhirmu.

Senin, 05 Februari 2018

Rindu memperbaiki kita, bukan?



Malam ini, aku sedang menatap keluar jendela
Langit tetap sama, bungkam dan sunyi
Aku sedang sibuk sekarang, menjinakkan beberapa rindu yang tak mau diatur
Menyusun beberapa puisi yang sedang riuh dalam kepalaku
Terus saja aku menatap keluar jendela
Layaknya menunggu seseorang datang membantuku menenangkan rinduku ini

Kalau aku cemburu pada apa yang berada di dekatmu sekarang, salah?
Jangan disalahkan ya?
Aku hanya tidak ingin, kau lupa cara merindukanku
Sedang aku?
Hanya menatap langit malam saja bisaku
Selebihnya, kegiatanku ya..
Merindukanmu

Boleh aku cemburu-lagi?
Cemburu pada malam-malam kemarin, yang menghabiskan waktunya menemanimu
Cemburu pada tugas-siklus yang tak ada habisnya kau tekuni
Yang membuat rindumu punah padaku
Dalam aku tenggelam
Tak ada dangkal disini
Semuanya terasa sendu
Aku ingin membunuh rindu dalam sesak dadaku
Dalam sepi yang membunuhku secara diam-diam
Dalam derai hujan yang selalu mendatangkan air
Serta mengarah pada rindu yang tak berakhir

Tapi sudahlah, cemburu itu hanya membuang waktu

Lebih baik begini saja
Kita sesekali saling merindukan
Lalu, selebihnya saling mendoakan
Bagaimana?

Aku percaya, merindu dan berdoa bisa berdamai
Semoga saja rinduku dan rindumu juga
Berdoa saja

Biar disini aku berpura-pura tidak rindu padamu
Kau juga disana, jangan lupa berpura-pura tidak rindu
Tidak apa-apa bukan?
Bukankah pura-pura didunia ini hampir memperbaiki segalanya?
Biar kita saja yang memperbaiki perasaan kita
Itu kewajiban kita

Senin, disepertiga malam yang panjang.
Dari aku, perempuan yang berpura-pura tidak rindu.







Kamis, 18 Januari 2018

Ini aku, senjamu yang dulu



Seseorang ingin menjadi langit malammu
Lapang dan tak berpenghuni
Seseorang ingin menjadi novelmu
Agar kau bisa membacanya disepertiga malammu
Seseorang ingin menjadi waktu liburmu
Suatu hal yang tak sabar kau tunggu
Mungkin egois jika aku menjadi seseorang yang kusebutkan tadi
Karenanya, maafkan keegoisanku ini

Tak habis pikir
Malam selalu saja membawa kita kedalam dialog usam yang sudah kulupakan umurnya
tak bosan-bosannya kita mengulangi cerita bodoh kita
Heran saja, kau yang tak tau diri kusayangi ini seenaknya saja melempar senyum manismu kepadaku
Kulihat itu saat kita bertemu beberapa waktu lalu
Kau pikir kau siapa?
Jika aku kembali jatuh dalam senyummu -lagi
Sanggupkah kau berdiri dihadapanku sambil berkata "Siap aku yang tanggung jawab! Siapkah kau?"

Tapi harus kuakui kebenarannya
Ada perasaan begitu langka di sepasang matamu
Sekarang, segala hal menjadi sederhana
Aku menemukanmu
Aku ingin memperjuangkanmu, seperti perjuangan orang-orang yang jauh disana
Orang yang terbunuh karena kecintaannya terhadap negara sendiri
Orang yang memperjuangkan kebaikan dan tak bisa pulang

Tak apa jika kau tak bisa berbincang bersamaku lagi, kau cukup berjalan dibelakang kata hatimu
Jika pada akhirnya kau tak bisa bersamaku
Tak apa, bukankah mengikhlaskan adalah salah satu cara indah untuk mengekalkan kenangan?

Kita bukanlah pemilik setiap cerita,
Salah satu atau bahkan kita berdua masing-masing harus pergi dan bahagia

Aku ingin kau membaca sajak ini, saat hujan sedang bertemu dengan genteng rumahmu di sore hari sambil memutar lagu tulus - pamit yang dibuat seolah-olah lagu itu diciptakan untuk mengekalkan kenangan kita

Terima kasih, tidak dalam rangka apapun. Hanya saja rasanya kau tidak kuhargai jika senyummu sudah terlanjur merekah saat membaca sajak ini dan kubiarkan senyum itu tak dipedulikan olehku.

Kamis, 11 Januari 2018

Untukmu, yang akan selalu jadi Temanku



Sepertinya, hidupmu baik-baik saja setelah perpisahan kita. Bedanya denganku, setiap detik yang terlewati tanpamu, adalah rasa sepi yang belum aku temukan obatnya. Setelah perpisahan kita, aku jauh berbeda denganmu, aku tidak pernah lagi merasa baik-baik saja.

Setelah tidak denganku, tentunya hidupmu tidak berubah sama sekali. Kamu tetap bahagia seperti biasa, karena dalam hubungan yang kita jalani dulu, kamu sama sekali tidak pernah menyediakan hati. Tidak ada rasa apa-apa untukku. Tidak ada kesempatan apa-apa bagiku.

Setelah tidak ada aku, pasti tidak ada yang berbeda dari hidupmu. Kamu tetap menjalani rutinitasmu senormal mungkin, berbeda denganku yang selalu merasa ada yang kurang; ketika kamu memutuskan untuk pergi dan berlalu dengannya.

Aku adalah cinta yang tak pernah kamu sadari. Karena memang aku tak pernah berani untuk mengungkap. Lebih memilih bersembunyi dalam zona pertemanan. Sebab aku terlalu takut untuk menyatakan. Takut kamu memberi jarak, lalu menghilang.

Aku tidak tahu apakah kelak setelah terlalu lelah berlari, mungkinkah kamu pasti memutuskan kembali? Sementara, lagu Happier dari Ed Sheeran hanya bisa aku ulang berkali-kali. Layaknya lirik lagu yang terdengar, "I could try to smile to hide the truth." Segalanya aku coba untuk menyembuhkan hatiku yang terluka parah. Percayalah, aku tidak bahagia ketika kamu memutuskan menyudahi segalanya.

Jika suatu hari nanti, memang ada perempuan yang sungguh bisa memahamimu, pastikan dia akan mencintaimu jauh lebih baik daripada caraku mencintaimu. "But if she breaks your heart like lovers do. Just know that I’ll be waiting here for you."

Tapi, jika perempuan itu menyakitimu, ingatlah bahwa masih ada aku yang siap mengobati lukamu. Selalu.

Senin, 20 November 2017

Senja Setelah Hujan


Kita adalah duka
Kita tercipta oleh luka
Kita bukanlah kebahagiaan yang saling bertemu lalu bertegur sapa
Bukan pula senja
Yang indah namun seketika ditelan malam
Mungkin kita adalah dua orang yang saling menyakiti dan bersandar di kutub berbeda
Dan mungkin saja
Kita adalah hujan kemarin sore
Lama lama lama
Ya, kita begitu menyedihkan
Hingga akhirnya saling melupakan
Kita memang tetap kita
Tapi perasaan kita masih bersembunyi dibalik pundi-pundi hati kokoh kita
Semoga kita dipertemukan nanti
Dengan hati yang saling mengerti
Dengan jiwa yang saling menguatkan
Milikmu : nanti, mungkin esok.

Sajak untuk kita, Luka yang saling melupa.


Sekarang kita benar-benar telah menjadi 
dua orang yang tidak saling kenal
Selamat kepada kita yang telah berhasil melupakan
Orang-orang bilang mereka mengenalmu
Mereka memahamimu
Aku jauh lebih mengenalmu
Memahamimu lebih dari apapun itu
Sekarang kau betul-betul bukan kepunyaanku yang dulu
Tak kutemui sosok kau pada sosokmu yang sekarang
Kau tak suka dikekang
Kau tak suka dilarang
Masihkah kau begitu? 
Kata orang-orang "sudahlah, lupakan saja banyak yang jauh lebih baik dari dia"
Sekali lagi, aku jauh lebih mengenalnya, ingat!

Mungkin sangat tak boleh bila aku mengatakan ini
Tapi begini memang adanya
Bahwa kau terlalu indah untuk jadi bagian dari alam lupaku
Kau selalu menekankan bahwa kau benci perpisahan 
Namun nyatanya yang kau bencilah yang terealisasi
Tak usah kumunafik
Hari itu memang sakit bagai tercekik
Perih menguasai relung hati
Tanpa belas kasihan meremukkan jiwa-jiwa yang tinggal
Menyesakkan dada hingga nafas terputus-putus
Merindukanmu masih menjadi bagianku, meski tak sesering diawal kau pergi.

Kini, inti jiwaku benar-benar telah pergi, telah hilang
Semoga kita bahagia bersama orang-orang yang kita pilih 
Tanpa harus saling menyakiti seperti halnya kita dulu, berbahagialah.

Mendamaikan Ego Bersama

Sial, aku kalah Kau direnggut amat dalam oleh malam Oleh egoku dan egomu Kita kalah oleh rindu kita Kau menyerah, dan aku ditin...